Fadillah Utami Ningtyas
Sang baskara dengan malu-malu mulai membenamkan diri. Nabastala pun ikut merelakan kepergian senjanya yang dahayu, bersiap tergantikan oleh rembulan bersama gugus-gugus bintang yang setia menemani malam. Mungkin sang surya memilih tidur lebih awal, malas melihat segilintir manusia bumi yang bangga akan takhta dengan bayang-bayang dusta tanpa sekat, bernapas kotor menanai durjana.
Sementara aku di sini. Bersama loka yang pengap, menyelam penuh sesak pada konfigurasi larutan kesepian yang aku buat sendiri. Terjebak dalam kesunyian dengan memori masa lalu. Terkadang aku tidak mengerti dengan semesta yang selalu senang bercanda, mempersembahkan skenario membingungkan yang disebat penuh sesak oleh sebagian besar orang. Tapi aku lebih tidak mengerti dengan manusia. Dengan mereka yang masih mampu tersenyum di atas derita bumi pertiwi, atau mereka yang hatinya kosong penuh aswad sampai gosong otaknya.
Continue reading “FILANTROPI YANG TELAH PUPUS”